Pekerja TI Wanita

Computer World edisi awal Agustus 2007 menulis artikel tentang pekerja TI wanita. Menurut artikel ini, jumlah wanita pekerja TI semakin berkurang. Data dari US Bureau of Labor Statistics yang dikutip artikel ini menunjukkan, jumlah pekerja wanita di bidang TI dibanding pekerja pria tahun 2007 adalah 26,1%. Angka ini menurun dari angka tahun 2001 sebesar 28,9%.

Artikel yang sama juga merilis data dari National Centre for Woman and Information Technology, yang menyebutkan perbandingan wanita dan pria lulusan jurusan teknik komputer menurun dari angka 37% di tahun 1985 menjadi 21% di tahun 2007. Artikel ini menggarisbawahi perlunya keseimbangan keluarga dan pekerjaan.

Mencapai keseimbangan sempurna untuk keluarga dan pekerjaan mungkin sesuatu yang mustahil tapi bagaimana menentukan prioritas tertinggi dan memahami konsekuensi atas pilihan yang diambil.

Pekerja TI wanita umumnya banyak mengisi bidang programming, quality assurace/quality control, helpdesk/it call center. Jarang kita melihat pekerja ti wanita yang blusukan di rak server memasang modem. Atau berjam jam di ruang server sambil merunut se-bundhel kabel yang mengarah ke router. Atau bertahan sampai tengah malam di kantor karena harus nge-debug file log server.

Bidang TI, terutama programmer, banyak mengandalkan logika berpikir. Seharian, atau bahkan berhari hari, memikirkan logika jalannya program bisa bikin kepala pusing. Belum lagi tekanan yang muncul dari pelanggan, baik internal maupun eksternal, yang kadang membutuhkan jawaban seketika. sak dhek, sak nyet. Mereka tidak memikirkan bagaimana orang TI harus menyelesaikannya. Yang mereka tahu, harus ada solusi atas permintaan mereka saat itu juga.

Istri saya dulu juga programmer. Sehari hari dia bermain dengan tools reporting seperti jasper dan ireport, karena memang platform di kantornya adalah open source. Permintaan pelaporan yang datang seakan tidak pernah berhenti. Karenanya, hampir tiap minggu emosinya ikut naik seiring dengan tingginya beban kerja.

Beruntung, teman temannya di departemen TI sangat toleran. Mereka tidak menuntutnya untuk ikut lembur. Istri saya tetap bisa pulang beberapa menit selewat jam 6 sore, asal pekerjaan yang diharapkan selesai hari itu sudah tuntas. Mereka juga mengijinkan istri saya untuk meninggalkan rapat dan pulang, jika waktu sudah mulai petang.

Tapi tetap saja istri saya merasa berat harus meninggalkan anak anak di rumah. Dan baru kembali kerumah setelah mereka terlelap tidur. Kadang dia berangkat dengan menitikkan air mata. Seakan tidak tega membiarkan anak anak dibesarkan orang lain. Akhirnya dia memutuskan untuk menjadi full time mother (FTM). Sebuah posisi yang diimpikan banyak pekerja wanita.(ir/wp)

4 responses to “Pekerja TI Wanita

  1. Apa karena TI “terlanjur” berkesan kerjaannya orang laki-laki??

    Aku sendiri belum pernah ketemu pekerja TI wanita di lingkunganku 😐

  2. Bisa jadi sudah terlanjur ada cap ‘pekerjaan pria’ untuk bidang TI.

    Di jurusan sistem informasi (beberapa PT menyebut menejemen informatika) justru mahasiswi lebih mendominasi.

  3. Itu dia yang jadi aneh. Di sini juga begitu, giliran perkuliahan, mahasiswi lebih banyak. Tapi di pekerjaan malah sebaliknya.

    Lulusan yang wanita pun justru berkecimpung di badan sejenis BPS atau malah kesekretariaan, yang tidak atau cuma ‘sedikit’ menyentuh bidang TI.

    BPS memang berhubungan dengan TI *IMHO*, tapi pekerjaan dari lulusan mahasiswi yang pernah aku kenal, malah lebih ke urusan administrasi harian…

  4. Saya pikir memang banyak wanita yang kuliah jurusan IT, namun nilai jual tenaga wanita bukan hanya skill, sehingga banyak wanita yang kuliahnya jurusam IT bekerja pada bidang lain. Kemaren saya pakai mobil kantor duduk di sebelah kiri sopir, waktu isi bensin begitu kaca saya buka datang wanita berbaju merah langsung pegang tangan sambil menawarkan minuman. Setelah saya tanya-tanya ngakunya lulusan IT lho !….

Tinggalkan Balasan ke alex Batalkan balasan